BIOINFORMATIKA PERIKANAN TEKNOLOGI DAN BIOTEKNOLOGI
BIOINFORMATIKA: Mengawinkan Teknologi
Informasi dengan Bioteknologi
BIOTEKNOLOGI MODERN
Bioteknologi modern lahir tahun 70-an diawali dengan inovasi
ilmuwan AS mengembangkan teknologi DNA rekombinan. Berkat penemuan ini
lahirlah perusahaan bioteknologi pertama di dunia, Genentech di AS yang
segera memproduksi protein hormon, insulin yang dibutuhkan penderita
diabetes, dalam bakteri. Selama ini insulin hanya bisa didapatkan dalam
jumlah sangat terbatas dari organ pankreas sapi. Sebagaimana TI, saat
ini produk bioteknologi telah mengimbas bahkan kepada kebutuhan hidup
sehari-hari masyarakat seperti pangan, kosmetika, dsb. Ciri dari
bioteknologi modern tadi adalah kemampuan pada manipulasi DNA.
Rantai/sekuen DNA yang mengkode protein disebut gen. Gen itu
ditranskripsikan menjadi mRNA yang selanjutnya mRNA ditranslasikan
menjadi protein Protein sebagai produk akhir adalah yang bertugas
menunjang seluruh proses kehidupan antara lain sebagai katalis reaksi
biokimia dalam tubuh (protein ini disebut enzim), ikut serta dalam
sistem pertahanan tubuh melawan virus, parasit dll (disebut antibodi),
menyusun struktur tubuh dari ujung kaki (otot terbentuk dari protein
actin, myosin,
dsb) sampai ujung rambut (rambut tersusun dari protein keratin), dll.
Arus informasi, DNA -> RNA -> Protein, inilah yang disebut sentral
dogma dalam biologi.
Hanya 20-an tahun sejak bioteknologi modern lahir, terjadilah
ledakan data biologis yang mencengangkan. Hal ini disebabkan oleh
kemajuan teknologi biologi molekuler itu sendiri (misalnya DNA
rekombinan, PCR, dsb) dan ditunjang dengan peralatan yang memadai
membuat waktu dan biaya lebih pendek/murah. Ledakan awal dimulai dari
data DNA . Tahun 1977 untuk pertamakalinya sekuen DNA satu organisme
dibaca
secara menyeluruh yaitu pada sejenis virus yang memiliki kurang lebih
5.000 nukleotida/molekul DNA atau sekitar 11 gen. Sekarang sudah ada
milyaran data nukleotida tersimpan dalam database DNA, GenBank di AS
yang didirikan tahun 1982 [3]. Sekuen seluruh DNA manusia yang terdiri
dari 3 milyar nukleotida dirampungkan dalam waktu 3 tahun. Di Indonesia,
dengan membayar $15, kita bisa membaca sekuen 500-an nukleotida di
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta. Trend yang sama juga nampak
pada database lain seperti database sekuen asam amino penyusun protein,
database struktur 3D dsb.
Di Indonesia Bioinformatika masih belum dikenal oleh
masyarakat luas. Di kalangan peneliti sendiri, mungkin hanya para
peneliti biologi molekuler yang sedikit banyak mengikuti perkembangannya
karena keharusan menggunakan perangkat-perangkat Bioinformatika untuk
analisa data. Sementara itu di kalangan TI masih kurang mendapat
perhatian. Ketersediaan database dasar (DNA, protein) yang bersifat
terbuka/gratis merupakan peluang besar untuk menggali informasi berharga
daripadanya. Sudah disepakati, database genom manusia misalnya akan
bersifat terbuka untuk seluruh kalangan. Dari padanya bisa digali
kandidatkandidat gen yang memiliki potensi kedokteran/farmasi. Dari
sinilah Indonesia dapat ikut berperan mengembangkan bioinformatika.
Kerjasama antara peneliti bioteknologi yang memahami makna biologis data
tersebut dengan praktisi IT seperti programmer, dsb akan sangat
berperan dalam kemajuan Bioinformatika Indonesia nantinya. Inovasi
teknologi DNA chip yang dipelopori oleh perusahaan bioteknologi AS,
Affymetrix di Silicon Valley telah mendorong munculnya database baru
mengenai RNA. Dengan ini, riset tidak dilakukan lagi satu persatu
terhadap molekul (DNA/RNA/protein) yang diminati, namun pada
keseluruhan/satu set masing-masing molekul (untuk DNA dari gen ke genom,
untuk RNA disebut transkriptom dan proteom untuk protein).
Seperti kita ketahui bahwa Sub-sektor Perikanan Budidaya
saat ini menjadi barometer utama dalam menopang pembangunan perikanan nasional
seiring dengan fenomena bahwa produksi ikan hasil tangkapan menunjukan trend
yang stagnan bahkan mengalami penurunan produksi dari tahun ke tahun, hal ini
menjadi sebuah tantangan besar bagi Ditjen Perikanan Budidaya dalam mewujudkan
Perikanan Budidaya sebagai ujung tombak dalam menggerakan perekonomian nasional
dan ketahanan pangan masyarakat. Dalam upaya mewujudkan harapan besar tersebut,
maka diperlukan sebuah kebijakan strategis yang terimplementasi secara nyata
melalui kerjasama dan sinergitas dari seluruh stakeholders perikanan
budidaya.
Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya telah menetapkan arah kebijakan dalam rangka Peningkatan Produksi
Perikanan Budidaya. Kebijakan tersebut ditempuh melalui : (1) Pengembangan
sistem produksi perbenihan ikan; (2) Pengembangan sistem produksi pembudidayaan
ikan; (3) Pengembangan sistem prasarana dan sarana budidaya; (4) Pengembangan
sistem usaha pembudidayaan ikan; (5) Pengembangan sistem kesehatan ikan dan
lingkungan; (6) Peningkatan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis
lainnya Ditjen Perikanan Budidaya ; (7) Pengawalan dan penerapan teknologi
terapan adaptif perikanan budidaya
Strategi pengembangan perikanan budidaya dilaksanakan melalui peningkatan
produksi, produktivitas dan daya saing yang berbasis ilmu pengetahuan
melalui industri perikanan budidaya yang akan berperan sebagai penghela
percepatan sistem produksi perikanan nasional berorientasi
pada trend pasar global dan lokal.
Untuk itu sebagai langkah awal Direktorat Jenderal Perikanan telah fokus
pada peningkatan produksi melalui pengembangan industrialisasi perikanan
budidaya yaitu pada komoditas unggulan, antara lain udang, rumput laut, bandeng
dan patin yang merupakan komoditi perikanan dengan potensi pengembangan yang
besar. Khusus untuk kegiatan industrialisasi udang, diupayakan dengan melakukan
revitalisasi tambak melalui perbaikan infrastruktur berupa saluran primer,
sekunder dan tersier, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan performance kawasan pertambakan terutama di daerah
Pantura Jawa. Dalam pemanfaatannya, untuk lebih mengoptimalkan lahan
pertambakan tersebut pemerintah berupaya mengajak keterlibatan masyarakat
pembudidaya, swasta dibidang perikanan budidaya dan juga perbankkan untuk dapat
bersinergi dalam upaya peningkatan produksi perikanan yang memiliki nilai
tambah dan daya saing.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya telah mencanangkan program Rencana
aksi Industrialisasi Perikanan Budidaya yaitu melalui Gerakan
Pengembangan Industrialisasi Perikanan Budidaya atau disingkat GERBANG SI
MINA JAYA yang dilaksanakan secara terintegrasi lingkup Kementrian
Kelautan dan Perikanan serta lintas Sektor lainnya untuk sinergisitas
pencapaian tujuan.
Rencana aksi Gerakan Pengembangan
Industrialisasi Perikanan Budidaya tersebut antara lain :
(a) Penyediaan sarana dan
prasarana (infrastruktur) melalui Gerakan Revitalisasi Tambak (GERVITAM);
(b) Pemanfaatan dan pengembangan teknologi budidaya ikan melalui
perekayasaan teknologi adaptif dan
inovasi teknologi baru yang dikembangkan oleh Unit Pelaksana Teknis;
(c) Pengembangan benih unggul, melalui penerapan cara budidaya
pembenihan yang baik (CPIB);
(d) Pengembangan Induk Unggul, melalui pengembangan brood stock
center dan pelaksanaan Gerakan Penggunaan Induk Unggul (GAUL);
(e) Penerapan teknologi budidaya anjuran berbasis Cara Budidaya
Ikan Yang Baik (CBIB) melalui
sertifikasi CBIB teradap unit usaha budidaya;
(f) Pencegahan penyakit dan
menajamen lingkungan, antara lain melalui Gerakan Vaksinasi Ikan
(GERVIKAN) dan Pos Pelayanan Kesehatan Ikan dan Lingkungan Terpau
(POSIKANDU);
(g) Penyediaan pakan yang efisien
dan pengawasan peredaran pakan;
(h) Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan Budidaya
dan pendampingan akses permodalan pada perbankkan dan lembaga keuangan
lainnya.
Dalam percepataan industrialisasi perikanan budidaya, salah satu
upaya yang harus didorong adalah pengembangan dan penerapan bioteknologi
akuakultur. Bioteknologi akuakultur yang dibutuhkan dalam rangka mencapai
tujuan tersebut antara lain melalui kajian aspek-aspek genetika, teknologi
reproduksi, nutrisi, wadah budidaya, penyakit dan lingkungan. Pemerintah dalam
hal ini akan terus mendorong pengembangan riset dan perekayasaan teknologi
akuakultur yang dalam implementasinya akan melibatkan unsur dari perguruan
tinggi.
Peningkatan produksi harus disertai dengan upaya efisiensi, peningkatan
mutu dan keamanan hasil perikanan serta ramah lingkungan untuk keberlanjutan
usaha budidaya. Peran Bioteknologi dalam upaya penyediaan induk dan benih
unggul, efisiensi penggunaan pakan, serta menjaga kualitas perairan dilakukan
melalui moderenisasi proses budidaya yang harus menjadi bagian integral dari
pengembangan industrialisasi perikanan budidaya untuk menghasilkan nilai tambah
dan meningkatkan daya saing.
Dalam berbagai hal beberapa
produk perikanan melalui Bioteknologi Genetik pada ikan dapat digunakan untuk
meningkatkan pertumbuhan, daya tahan terhadap penyakit dan lingkungan seperti
berikut ini :
a) Pembenihan selektif :
Peningkatan tingkat pertumbuhan 5-20% pada ikan budidaya seperti Salmon, Nila
dan catfish.
b) Manipulasi
Kromosom : Menghasilkan organisme ‘triploid’ digunakan untuk
meningkatkan perkembangan Ikan
c) Budidaya
Sejenis (monosex culture) : Manfaat besar dari teknik ini yaitu semua
populasi jantan bisa diproduksi untuk generasi seterusnya tanpa menggunakan
hormon
d) Hibridasi :
Hibridasi bisa digunakan juga untuk menghasilkan anakan satu jenis kelamin
e) Perkembangan
Teknologi Transgenik atau Modifikasi Organisme secara Genetik (GMOs).
Telah dibuktikan dengan peningkatan tingkat pertumbuhan
yang tinggi pada
ikan mas, catfish, salmom, ikan nila, mudloach,dan trout
f) Bioteknologi
sumber bahan baku pakan ikan yang ramah lingkungan; Penerapan
Bioteknologi akuakultur
yang telah mampu diterapkan sebagai hasil dari proses riset dan
perekayasaan diarahkan dalam upaya meningkatkan
efisiensi, peningkatan produksi dan nilai
tambah. Inovasi bioteknologi akuakultur yang telah diterapkan antara
lain:
Dalam menghasilkan induk dan
benih unggul telah dilakukan melalui perekayasaan genetic. Upaya tersebut telah
menghasilkan induk ikan unggul seperti Lele Sangkuriang, Nila
Gesit/sultana/Nirwana, Udang vaname Nusantara, Kerapu Cantang, Kerapu cantik
dll; Untuk lebih mempercepat
pertumbuhan benih ikan unggul tersebut, dilengkapi dengan perlakuan vaksinasi
dan perendaman growth stimulator; Untuk menjaga kualitas air pada
pengelolaan media budidaya menggunakan perlakuan probiotik yang dilengkapi
dengan system bioflok; Penggunaan pakan buatan yang
dilengkapi dengan enzim dalam upaya efisiensi pemanfaatan pakan selain bioflok
yang juga berfungsi sebagai pakan alami. Upaya-upaya tersebut telah secara
nyata mampu meningkatkan produksi, produktivitas dan hasil produksi yang
berdaya saing.
Penerapan Bioflok pada proses produksi ikan lele dan udang secara nyata
telah mampu meningkatkan efesiensi dan produktivitas. Bioflok berfungsi dalam
men-treatment limbah budidaya secara langsung di dalam
petak budidaya agar tidak menjadi racun dengan mempertahankan kecukupan
oksigen mikroorganisme, dan rasio C/N dalam tingkat tertentu.
Serta mereduksi bahan-bahan organik dan senyawa beracun yang terakumulasi dalam
air pemeliharaan, juga sebagai pakan alami bagi ikan/udang. Melalui
Penerapan bioflok pada budidaya ikan lele, mampu meningkatkan efesiensi pakan
dengan tingkat FCR mencapai 0,8. Dengan begitu penerapan bioflok secara
langsung telah mampu meminimalisir cost production secara signifikan.
Disamping itu, sejalan dengan prinsip Blue Economy, maka usaha
komoditas perikanan budidaya harus mampu memberikan jaminan bahwa aktivitas
budidaya telah mempertimbangkan nilai-nilai lestari (sustainable values) danpro-enviroment serta
memberikan dampak terhadap munculnya multiple cash flow sebagai unit
usaha turunan yang potensial untuk dikembangkan. Melalui peran bioteknologi,
pada komoditas rumput laut misalnya telah mampu menghasilkan berbagai produk
turunan yang sangat kompleks peruntukannya baik untuk bahan baku industri
(seperti kertas, cat, dll), farmasi (obat, dan kosmetik), maupun food
grade (bahan baku makanan). Penerapan budidaya udang secara terintegrasi
(Shrimp Farming Incorporated) melalui penerapan teknologi Close
System dengan plastikisasi telah dilakukan sebagai upaya untuk
meningkatkan efesiensi dan produktivitas yang berpegang pada prinsip ramah
lingkungan (Pro-enviroment). Pada budidaya patin misalnya, saat ini telah mulai
diterapkan system budidaya dengan kolam dalam, sebagai upaya untuk meningkatkan
produktivitas. Kesemua itu merupakan upaya-upaya pemanfaatan bioteknologi
akuakultur dalam mendukung industrialisasi perikanan budidaya.
Peranan
Bioteknologi dalam peningkatan produksi perikanan budidaya telah secara nyata
menghasilkan berbagai keuntungan baik dari aspek produksi maupun aspek ekonomi.
Dilihat dari aspek produksi, telah secara nyata mampu meningkatkan produksi dan
produktivitas sedangkan dari segi ekonomi penerapan bioteknologi akuakultur telah
mampu meningkatkan efisiensi biaya produksi serta meningkatkan margin
keuntungan dalam usaha budidaya ikan sehingga perlunya dicarikan terobosan baru
untuk menghasilkan inovasi yang sangat bermanfaat dalam bidang perikanan pada
khususnya dan bidang lainnya pada umumnya
SKRINING BAKTERI VIBRIO SP ASLI INDONESIA SEBAGAI PENYEBAB PENYAKIT UDANG BERBASIS TEHNIK 16S RIBOSOMAL DNA
SCREENING OF INDONESIAN ORIGINAL BACTERIA VIBRIO SP AS A CAUSE OF SHRIMP DISEASES BASED ON 16S RIBOSOMAL DNA-TECHNIQUE
Penyakit udang merupakan salah satu faktor penghambat dalam
peningkatan produksi udang. Salah satunya adalah penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Vibrio sp. Penyakit ini dapat menyebabkan
kematian yang tinggi dan dianggap sebagai penyebab kematian massal dalam
budidaya udang di wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur. Sampel udang
windu (Penaeus monodon) berumur sekitar 2 bulan diambil sebanyak 10 ekor
dari tambak udang, demikian halnya air tambak dan air laut diambil
sebanyak 1 liter dari Pulau Bengkalis, Sumatera Indonesia. Demikian juga
dengan sampel udang yang diambil dari Laut Jawa di Jepara Indonesia.
Sampel diambil dengan memperhatikan tingkah laku dan fisik udang dengan
kondisi tidak sehat. Amplifikasi, sekuensing 16S rDNA, dan analisis
bioinformatika untuk mengetahui spesies Vibrio dilakukan di Biotech
Center BPPT Serpong, Banten. Hasil sequensing DNA tiap isolat bakteri
dibandingkan dengan sekuen DNA pada DNA Database Bank. Penelusuran
dilakukan melalui sistem BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) yang
diakses melalui The World Wide Web dengan alamat situs
http://www/ncbi.nlm.nih.gov/blast. Berdasar hasil penelitian diperoleh
tujuh strain bakteri Vibrio sp, lima strain diantaranya sudah ada secara
internasional pada gen Bank Dunia, yaitu Vibrio alginolyticus, Vibrio
parahaemolyticus, Vibrio harveyi, Vibrio shilonii, dan Vibrio
vulnificus. dengan tingkat homolog diatas 97%, sedangkan dua strain
diantaranya merupakan strain yang belum terdaftar secara Inernasional
dalam gen bank dunia, dan ini diyakini merupakan Vibrio sp asli
Indonesia.
Penyakit udang merupakan salah satu faktor penghambat dalam
peningkatan produksi udang. Salah satunya adalah penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Vibrio sp. Penyakit ini dapat menyebabkan
kematian yang tinggi dan dianggap sebagai penyebab kematian massal dalam
budidaya udang di wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur. Sampel udang
windu (Penaeus monodon) berumur sekitar 2 bulan diambil sebanyak 10 ekor
dari tambak udang, demikian halnya air tambak dan air laut diambil
sebanyak 1 liter dari Pulau Bengkalis, Sumatera Indonesia. Demikian juga
dengan sampel udang yang diambil dari Laut Jawa di Jepara Indonesia.
Sampel diambil dengan memperhatikan tingkah laku dan fisik udang dengan
kondisi tidak sehat. Amplifikasi, sekuensing 16S rDNA, dan analisis
bioinformatika untuk mengetahui spesies Vibrio dilakukan di Biotech
Center BPPT Serpong, Banten. Hasil sequensing DNA tiap isolat bakteri
dibandingkan dengan sekuen DNA pada DNA Database Bank. Penelusuran
dilakukan melalui sistem BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) yang
diakses melalui The World Wide Web dengan alamat situs
http://www/ncbi.nlm.nih.gov/blast. Berdasar hasil penelitian diperoleh
tujuh strain bakteri Vibrio sp, lima strain diantaranya sudah ada secara
internasional pada gen Bank Dunia, yaitu Vibrio alginolyticus, Vibrio
parahaemolyticus, Vibrio harveyi, Vibrio shilonii, dan Vibrio
vulnificus. dengan tingkat homolog diatas 97%, sedangkan dua strain
diantaranya merupakan strain yang belum terdaftar secara Inernasional
dalam gen bank dunia, dan ini diyakini merupakan Vibrio sp asli
Indonesia.
Upaya penanggulangan. Dalam upaya penanggulangan terhadap
kemungkinan serangan Vibrio, perlu dilakukan deteksi bakteri jenis
Vibrio secara tepat, karena pada lokasi perairan yang berbeda dapat
memiliki keragaman spesies Vibrio yang berbeda pula.
Salah satu teknologi terbaik yang mampu mengidentifikasi spesies Vibrio
adalah dengan mengetahui struktur DNA, yakni dengan teknik sekuens 16S
rDNA. Dalam mempelajari bakteri Vibrio penyebab penyakit udang, teknik
ini merupakan teknik yang relatif baru yang belakangan sering diterapkan
karena bisa dibandingkan dengan basis data di Gen Bank untuk mengetahui
kemiripan homologi DNA dengan bakteri yang sejenis.
Skrining bakteri menggunakan teknik sekuens 16S rDNA merupakan
suatu teknik dalam mengidentifikasi suatu spesies organisme. Teknik ini
dilakukan dengan menganalisa struktur atau susunan basa DNA yang
terdapat di daerah 16S DNA. Seiring semakin berkembangnya dunia
bioteknologi, usaha untuk menentukan jenis spesifik bakteri penyebab
penyakit pada udang secara tepat dan efisien sangat diperlukan, guna
mempermudah dalam menanggulangi penyebaran penyakit yang disebabkan oleh
bakteri patogen pada budidaya tambak udang.
Saat ini, banyak ahli taksonomi mikrobiologi menerima bahwa studi
molekuler, terutama analisa asam nukleat merupakan metode terbaik dan
terpercaya untuk menandakan spesies dan menentukan hubungan antara
organisme yang berbeda. Analisis sekuens DNA mewakili referensi terakhir
untuk mengenali subtipe dalam satu spesies atau skrining mikroba.
Idealnya, perbandingan di antara strain-strain dalam suatu spesies dapat
diketahui melalui DNA (Lusiano, 2007).
REVIEW ARTIKEL
Ledakan informasi dan kemajuan bioteknologi sangat berkembang
pesat pada zaat ini salah satunya adalah DNa chip dengan adanya hal itu
kita dapat menganalisa informasi data- data biologis yang memiliki peran
penting dalam kehidupan namun ada beberapa kendala dalam proses
penyebaran informasi ini terutama di negara - negara berkembang.
Bioteknologi sendiri dalam bidang perikanan ditandai dengan
mampu memanipulasi DNA pada kultivan maupun penggabungan genetika
kultivan berbeda jenis namun dengan satu spesies yang sama berkat
kontribusi Teknologi Informasi melaluiperangkat komputasinya (perangkat
keras maupun lunak). Aplikasi TI dalam bidang biologi/life sciences yang
melahirkan bidang Bioinformatika akan menjadi semakin penting di masa
depan, tidak hanya mengakselerasi kemajuan bioteknologi namun juga
menjembatani dua
Ketersediaan database dasar (DNA, protein) yang bersifat
terbuka/gratis merupakan peluang besar untuk menggali informasi berharga
daripadanya. Sudah disepakati, database genom manusia misalnya akan
bersifat terbuka untuk seluruh kalangan. Kerjasama antara peneliti
bioteknologi yang memahami makna biologis data tersebut dengan praktisi
IT seperti programmer, dsb akan sangat
berperan dalam kemajuan Bioinformatika pada negara negara berkembang.
Dalam mempelajari bakteri Vibrio penyebab penyakit udang,
teknik ini merupakan teknik yang relatif baru yang belakangan sering
diterapkan karena bisa dibandingkan dengan basis data di Gen Bank untuk
mengetahui kemiripan homologi DNA dengan bakteri yang sejenis. Skrining
bakteri menggunakan teknik sekuens 16S rDNA merupakan suatu teknik dalam
mengidentifikasi suatu spesies organisme. Teknik ini dilakukan dengan
menganalisa struktur atau susunan basa DNA yang terdapat di daerah 16S
DNA.
Seiring semakin berkembangnya dunia bioteknologi, usaha untuk
menentukan jenis spesifik bakteri penyebab penyakit pada udang secara
tepat dan efisien sangat diperlukan, guna mempermudah dalam
menanggulangi penyebaran penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen
pada budidaya tambak udang. Saat ini, banyak ahli taksonomi mikrobiologi
menerima bahwa studi molekuler, terutama analisa asam nukleat merupakan
metode terbaik dan terpercaya untuk menandakan spesies dan menentukan
hubungan antara organisme yang berbeda. Analisis sekuens DNA mewakili
referensi terakhir untuk mengenali subtipe dalam satu spesies atau
skrining mikroba. Idealnya, perbandingan di antara strain-strain dalam
suatu spesies dapat diketahui melalui DNA
andriawanrendy.blogspot.com
andriawanrendy.blogspot.com