Selasa, 06 Desember 2016

REVIEW JURNAL SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JARAK JAUH DALAM BIDANG BUDIDAYA PERAIRAN



REVIEW JURNAL SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JARAK JAUH DALAM BIDANG BUDIDAYA PERAIRAN



 
TEKNOLOGI INFORMATIKA


Oleh :
RENDY ANDRIAWAN
26010213140088









           



DEPARTEMEN AKUAKULTUR
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

JURNAL

·         STUDI KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA IKAN KERAPU DALAM KARAMBA JARING APUNG DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS  DI TELUK RAYA PULAU SINGKEP, KEPULAUAN RIAU 
·        IDENTIFIKASI LOKASI UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA KARAMBA JARING APUNG (KJA) BERDASARKAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN KUALITAS AIR   DI PERAIRAN PANTAI TIMUR BANGKA TENGAH 

PENDAHULUAN

      Ikan Kerapu merupakan komoditas penting perikanan dan ekonomis tinggi, sehingga adanya potensi untuk dikembangkan.
      Penggunaan teknologi SIG (Sistem Informasi Geografis) dapat membantu analisis untuk memilih lokasi budidaya ikan kerapu yang tepat berdasarkan data pengukuran yang diperoleh.


METODE

      Metode pada jurnal 1 dengan survey lapangan, pengumpulan data dan pengambilan sampel dibantu dengan GPS (Global positioning Sistem) .
      Metode pada jurnal 2 dengan pengambilan sampel Data kualitas perairan dikumpulkan berasal dari tujuh titik stasiun yang mewakili lokasi pengamatan, untuk menganalisa secara spasial, kemudian diolah menggunakan software Arc View 3.2
















PETA LOKASI PENELITIAN  DI TELUK RAYA PULAU SINGKEP
PETA LOKASI PENELITIAN DI PERAIRAN TIMUR BANGKA TENGAH







Kecepatan Arus

Jurnal 1 : ( 5 – 31 cm/s)

Jurnal 2 : ( 5 – 35 cm/s)

Menurut Ahmad (1991) dalam Affan (2012) bahwa menggemukakan kecepatan arus yang masih Baik untuk budidaya dalam KJA berkisar 5 – 15 cm/dt.



Kecerahan

Jurnal 1 : (1,72 – 4,38 m)

Jurnal 2 : (1 – 3 m)

Menurut Affan (2012) , bahwa kecerahan menunjukkan kemampuan penetrasi cahaya kedalam perairan. Tingkat penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh partikel yang tersuspensi dan terlarut dalam air  sehingga mengurangi laju fotosintesis

SUHU

Jurnal 1 : (30 – 32° C)

Jurnal 2 : (29,26 – 29,38 ° C)

Mayunar et al., (1995) dalam Affan (2012), menyebutkan suhu optimum untuk budidaya ikan adalah 27 – 32 ° C



SALINITAS

Jurnal 1 : 30,1 - 33,0 ppt

Jurnal 2: 32,62 – 32,74 ppt
Kisaran salinitas keduanya masih baik untuk kegiatan budidaya kerapu karena salinitas optimal untuk budidaya komoditas ikan kerapu tersebut berada pada kisaran 30 – 35 ppt.  Khusus untuk budidaya perikanan, nilai salinitas yang dibutuhkan sesuai dengan jenis ikan yang akan dibudidaya. Kerapu secara umum memiliki salinitas optimum pada kisaran 27 – 34 ppm (Ahmad et al., 1991; Mayunar et al., 1995).
DO (Oksigen Terlarut)

Jurnal 1: 4,8 – 5,8 mg/l

Jurnal 2: 3,51 – 4,67 mg/l

Mayunar et al. (1995) menyebutkan untuk bertahan hidup ikan memerlukan kadar oksigen 1 mg/l, namun untuk dapat tumbuh dan berkembang minimal 3 mg/l.  Untuk kepentingan budidaya ikan, oksigen terlarut yang optimal berkisar 5 – 8 mg/l (Ahmad et al., 1991).



pH

Jurnal 1: 7,5-8,4

Jurnal 2: 8,0-8,2

Boyd & Lichtkoppler (1979) (lihat Mayunar et al., 1995) menyebutkan pH optimal untuk budidaya ikan 6,5 – 9,0.

PENILAIAN KELAYAKAN LAHAN BUDIDAYA IKAN KERAPU PADA TELUK RAYA PULAU SINGKEP



PETA KESUAIAN LAHAN BUDIDAYA IKAN KERAPU PADA TELUK RAYA PULAU SINGKEP




PENILAIAN KESUAIAN LAHAN BUDIDAYA IKAN KERAPU PADA PERAIRAN TIMUR BANGKA TENGAH


PETA KESUAIAN LAHAN BUDIDAYA IKAN KERAPU PADA PERAIRAN TIMUR BANGKA TENGAH









KESIMPULAN


Pemilihan lokasi yang tepat pada awal kegiatan budidaya merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam usaha budidaya yang berkelanjutan. Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa teknologi penginderaan jauh yang dipadukan dengan nilai hasil pengukuran lapangan dapat memberikan informasi awal untuk penentuan lokasi budidaya yang baik. Dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai aspek sosial dan ekonomi, infrastruktur, serta parameter kualitas perairan lain yang berpengaruh pada penentuan kesesuaian lahan keramba jaring apung kerapu seperti MPT, gelombang dan pasang surut untuk dapat melengkapi informasi awal yang telah di   lakukan

Rabu, 23 November 2016

BIOINFORMATIKA PERIKANAN TEKNOLOGI DAN BIOTEKNOLOGI

BIOINFORMATIKA: Mengawinkan Teknologi
Informasi dengan Bioteknologi 


                                                     BIOTEKNOLOGI MODERN


        Bioteknologi modern lahir tahun 70-an diawali dengan inovasi ilmuwan AS mengembangkan teknologi DNA rekombinan. Berkat penemuan ini lahirlah perusahaan bioteknologi pertama di dunia, Genentech di AS yang segera memproduksi protein hormon, insulin yang dibutuhkan penderita diabetes, dalam bakteri. Selama ini insulin hanya bisa didapatkan dalam jumlah sangat terbatas dari organ pankreas sapi. Sebagaimana TI, saat ini produk bioteknologi telah mengimbas bahkan kepada kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat seperti pangan, kosmetika, dsb. Ciri dari bioteknologi modern tadi adalah kemampuan pada manipulasi DNA. Rantai/sekuen DNA yang mengkode protein disebut gen. Gen itu ditranskripsikan menjadi mRNA yang selanjutnya mRNA ditranslasikan menjadi protein Protein sebagai produk akhir adalah yang bertugas menunjang seluruh proses kehidupan antara lain sebagai katalis reaksi biokimia dalam tubuh (protein ini disebut enzim), ikut serta dalam sistem pertahanan tubuh melawan virus, parasit dll (disebut antibodi), menyusun struktur tubuh dari ujung kaki (otot terbentuk dari protein actin, myosin,
dsb) sampai ujung rambut (rambut tersusun dari protein keratin), dll. Arus informasi, DNA -> RNA -> Protein, inilah yang disebut sentral dogma dalam biologi. 
       Hanya 20-an tahun sejak bioteknologi modern lahir, terjadilah ledakan data biologis yang mencengangkan. Hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi biologi molekuler itu sendiri (misalnya DNA rekombinan, PCR, dsb) dan ditunjang dengan peralatan yang memadai membuat waktu dan biaya lebih pendek/murah. Ledakan awal dimulai dari data DNA . Tahun 1977 untuk pertamakalinya sekuen DNA satu organisme dibaca
secara menyeluruh yaitu pada sejenis virus yang memiliki kurang lebih 5.000 nukleotida/molekul DNA atau sekitar 11 gen. Sekarang sudah ada milyaran data nukleotida tersimpan dalam database DNA, GenBank di AS yang didirikan tahun 1982 [3]. Sekuen seluruh DNA manusia yang terdiri dari 3 milyar nukleotida dirampungkan dalam waktu 3 tahun. Di Indonesia, dengan membayar $15, kita bisa membaca sekuen 500-an nukleotida di Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta. Trend yang sama juga nampak pada database lain seperti database sekuen asam amino penyusun protein, database struktur 3D dsb.
    
           Di Indonesia Bioinformatika masih belum dikenal oleh masyarakat luas. Di kalangan peneliti sendiri, mungkin hanya para peneliti biologi molekuler yang sedikit banyak mengikuti perkembangannya karena keharusan menggunakan perangkat-perangkat Bioinformatika untuk analisa data. Sementara itu di kalangan TI masih kurang mendapat perhatian. Ketersediaan database dasar (DNA, protein) yang bersifat terbuka/gratis merupakan peluang besar untuk menggali informasi berharga daripadanya. Sudah disepakati, database genom manusia misalnya akan bersifat terbuka untuk seluruh kalangan. Dari padanya bisa digali kandidatkandidat gen yang memiliki potensi kedokteran/farmasi. Dari sinilah Indonesia dapat ikut berperan mengembangkan bioinformatika. Kerjasama antara peneliti bioteknologi yang memahami makna biologis data tersebut dengan praktisi IT seperti programmer, dsb akan sangat berperan dalam kemajuan Bioinformatika Indonesia nantinya. Inovasi teknologi DNA chip yang dipelopori oleh perusahaan bioteknologi AS, Affymetrix di Silicon Valley telah mendorong munculnya database baru mengenai RNA. Dengan ini, riset tidak dilakukan lagi satu persatu terhadap molekul (DNA/RNA/protein) yang diminati, namun pada keseluruhan/satu set masing-masing molekul (untuk DNA dari gen ke genom, untuk RNA disebut transkriptom dan proteom untuk protein).
             Seperti kita ketahui bahwa Sub-sektor Perikanan Budidaya saat ini menjadi barometer utama dalam menopang pembangunan perikanan nasional seiring dengan fenomena bahwa produksi ikan hasil tangkapan menunjukan trend yang stagnan bahkan mengalami penurunan produksi dari tahun ke tahun, hal ini menjadi sebuah tantangan besar bagi Ditjen Perikanan Budidaya dalam mewujudkan Perikanan Budidaya sebagai ujung tombak dalam menggerakan perekonomian nasional dan ketahanan pangan masyarakat. Dalam upaya mewujudkan harapan besar tersebut, maka diperlukan sebuah kebijakan strategis yang terimplementasi secara nyata melalui kerjasama dan sinergitas dari seluruh stakeholders perikanan budidaya.
     
             Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya telah menetapkan arah kebijakan dalam rangka Peningkatan Produksi Perikanan Budidaya. Kebijakan tersebut ditempuh melalui : (1) Pengembangan sistem produksi perbenihan ikan; (2) Pengembangan sistem produksi pembudidayaan ikan; (3) Pengembangan sistem prasarana dan sarana budidaya; (4) Pengembangan sistem usaha pembudidayaan ikan; (5) Pengembangan sistem kesehatan ikan dan lingkungan; (6) Peningkatan dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Ditjen Perikanan Budidaya ; (7) Pengawalan dan penerapan teknologi terapan adaptif perikanan budidaya
         Strategi pengembangan perikanan budidaya dilaksanakan melalui peningkatan produksi, produktivitas dan daya saing yang  berbasis ilmu pengetahuan melalui industri perikanan budidaya yang akan berperan sebagai penghela percepatan sistem produksi perikanan nasional berorientasi pada trend pasar global dan lokal.
          Untuk itu sebagai langkah awal Direktorat Jenderal Perikanan telah fokus pada peningkatan produksi melalui pengembangan industrialisasi perikanan budidaya yaitu pada komoditas unggulan, antara lain udang, rumput laut, bandeng dan patin yang merupakan komoditi perikanan dengan potensi pengembangan yang besar. Khusus untuk kegiatan industrialisasi udang, diupayakan dengan melakukan revitalisasi tambak melalui perbaikan infrastruktur berupa saluran primer, sekunder dan tersier, sehingga diharapkan dapat meningkatkan performance kawasan pertambakan terutama di daerah Pantura Jawa. Dalam pemanfaatannya, untuk lebih mengoptimalkan lahan pertambakan tersebut pemerintah berupaya mengajak keterlibatan masyarakat pembudidaya, swasta dibidang perikanan budidaya dan juga perbankkan untuk dapat bersinergi dalam upaya peningkatan produksi perikanan yang memiliki nilai tambah dan daya saing.
       Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya telah mencanangkan program Rencana aksi Industrialisasi Perikanan Budidaya  yaitu melalui  Gerakan Pengembangan Industrialisasi Perikanan Budidaya atau disingkat GERBANG SI MINA JAYA yang dilaksanakan secara terintegrasi lingkup Kementrian Kelautan dan Perikanan serta lintas Sektor lainnya untuk sinergisitas pencapaian tujuan.
Rencana aksi Gerakan Pengembangan Industrialisasi Perikanan Budidaya tersebut antara lain :
(a) Penyediaan sarana dan prasarana (infrastruktur) melalui Gerakan Revitalisasi Tambak                          (GERVITAM); 
(b) Pemanfaatan dan pengembangan teknologi budidaya ikan melalui perekayasaan teknologi    adaptif dan inovasi teknologi baru yang dikembangkan oleh Unit Pelaksana Teknis; 
(c) Pengembangan benih unggul, melalui penerapan cara budidaya pembenihan yang baik (CPIB); 
(d) Pengembangan Induk Unggul, melalui pengembangan brood stock center dan pelaksanaan Gerakan Penggunaan Induk Unggul (GAUL);
(e) Penerapan teknologi budidaya anjuran berbasis Cara Budidaya Ikan Yang Baik (CBIB) melalui    sertifikasi CBIB teradap unit usaha budidaya; 
(f) Pencegahan penyakit dan menajamen lingkungan, antara lain melalui Gerakan Vaksinasi Ikan             (GERVIKAN) dan Pos Pelayanan Kesehatan Ikan dan Lingkungan Terpau (POSIKANDU); 
(g) Penyediaan pakan yang efisien dan pengawasan peredaran pakan;
(h) Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan Budidaya dan pendampingan akses  permodalan pada perbankkan dan lembaga keuangan lainnya.
            Dalam percepataan industrialisasi perikanan budidaya, salah satu upaya yang harus didorong adalah pengembangan dan penerapan bioteknologi akuakultur. Bioteknologi akuakultur yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan tersebut antara lain melalui kajian aspek-aspek genetika, teknologi reproduksi, nutrisi, wadah budidaya, penyakit dan lingkungan. Pemerintah dalam hal ini akan terus mendorong pengembangan riset dan perekayasaan teknologi akuakultur yang dalam implementasinya akan melibatkan unsur dari perguruan tinggi.
          Peningkatan produksi harus disertai dengan upaya efisiensi, peningkatan mutu dan keamanan hasil perikanan serta ramah lingkungan untuk keberlanjutan usaha budidaya. Peran Bioteknologi dalam upaya penyediaan induk dan benih unggul, efisiensi penggunaan pakan, serta menjaga kualitas perairan dilakukan melalui moderenisasi proses budidaya yang harus menjadi bagian integral dari pengembangan industrialisasi perikanan budidaya untuk menghasilkan nilai tambah dan meningkatkan daya saing.
Dalam berbagai hal beberapa produk perikanan melalui Bioteknologi Genetik pada ikan dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan, daya tahan terhadap penyakit dan lingkungan seperti berikut ini :
a)     Pembenihan selektif : Peningkatan tingkat pertumbuhan 5-20% pada ikan budidaya seperti                   Salmon, Nila dan catfish.
b)     Manipulasi Kromosom : Menghasilkan organisme ‘triploid’ digunakan untuk meningkatkan                perkembangan Ikan
c)     Budidaya Sejenis (monosex culture) : Manfaat besar dari teknik ini yaitu semua populasi jantan           bisa diproduksi untuk generasi seterusnya tanpa menggunakan hormon
d)     Hibridasi : Hibridasi bisa digunakan juga untuk menghasilkan anakan satu jenis kelamin
e)     Perkembangan Teknologi Transgenik  atau Modifikasi Organisme secara Genetik (GMOs).                Telah dibuktikan dengan peningkatan tingkat pertumbuhan yang tinggi pada ikan mas, catfish,              salmom, ikan nila, mudloach,dan trout
f)      Bioteknologi sumber bahan baku pakan ikan yang ramah lingkungan; Penerapan Bioteknologi       akuakultur yang telah mampu diterapkan sebagai hasil dari proses riset dan perekayasaan                     diarahkan dalam upaya meningkatkan efisiensi, peningkatan produksi dan nilai tambah. Inovasi bioteknologi akuakultur yang telah diterapkan antara lain:
       Dalam menghasilkan induk dan benih unggul telah dilakukan melalui perekayasaan genetic. Upaya tersebut telah menghasilkan induk ikan unggul seperti Lele Sangkuriang, Nila Gesit/sultana/Nirwana, Udang vaname Nusantara, Kerapu Cantang, Kerapu cantik dll; Untuk lebih mempercepat pertumbuhan benih ikan unggul tersebut, dilengkapi dengan perlakuan vaksinasi dan perendaman growth stimulator; Untuk menjaga kualitas air pada pengelolaan media budidaya menggunakan perlakuan probiotik yang dilengkapi dengan system bioflok; Penggunaan pakan buatan yang dilengkapi dengan enzim dalam upaya efisiensi pemanfaatan pakan selain bioflok yang juga berfungsi sebagai pakan alami. Upaya-upaya tersebut telah secara nyata mampu meningkatkan produksi, produktivitas dan hasil produksi yang berdaya saing.
       Penerapan Bioflok pada proses produksi ikan lele dan udang secara nyata telah mampu meningkatkan efesiensi dan produktivitas. Bioflok berfungsi dalam men-treatment limbah budidaya secara langsung di   dalam  petak budidaya agar tidak menjadi racun dengan mempertahankan kecukupan oksigen    mikroorganisme, dan rasio C/N dalam tingkat tertentu. Serta mereduksi bahan-bahan organik dan senyawa beracun yang terakumulasi dalam air pemeliharaan, juga sebagai pakan alami bagi ikan/udang. Melalui Penerapan bioflok pada budidaya ikan lele, mampu meningkatkan efesiensi pakan dengan tingkat FCR mencapai 0,8. Dengan begitu penerapan bioflok secara langsung telah mampu meminimalisir cost production secara signifikan.
         Disamping itu, sejalan dengan prinsip Blue Economy, maka usaha komoditas perikanan budidaya harus mampu memberikan jaminan bahwa aktivitas budidaya telah mempertimbangkan nilai-nilai lestari (sustainable values) danpro-enviroment serta memberikan dampak terhadap munculnya multiple cash flow sebagai unit usaha turunan yang potensial untuk dikembangkan. Melalui peran bioteknologi, pada komoditas rumput laut misalnya telah mampu menghasilkan berbagai produk turunan yang sangat kompleks peruntukannya baik untuk bahan baku industri (seperti kertas, cat, dll), farmasi (obat, dan kosmetik), maupun food grade (bahan baku makanan). Penerapan budidaya udang secara terintegrasi (Shrimp Farming Incorporated) melalui penerapan teknologi Close System dengan plastikisasi telah dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan efesiensi dan produktivitas yang berpegang pada prinsip ramah lingkungan (Pro-enviroment). Pada budidaya patin misalnya, saat ini telah mulai diterapkan system budidaya dengan kolam dalam, sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas. Kesemua itu merupakan upaya-upaya pemanfaatan bioteknologi akuakultur dalam mendukung industrialisasi perikanan budidaya.
     Peranan Bioteknologi dalam peningkatan produksi perikanan budidaya telah secara nyata menghasilkan berbagai keuntungan baik dari aspek produksi maupun aspek ekonomi. Dilihat dari aspek produksi, telah secara nyata mampu meningkatkan produksi dan produktivitas sedangkan dari segi ekonomi penerapan bioteknologi akuakultur telah mampu meningkatkan efisiensi biaya produksi serta meningkatkan margin keuntungan dalam usaha budidaya ikan sehingga perlunya dicarikan terobosan baru untuk menghasilkan inovasi yang sangat bermanfaat dalam bidang perikanan pada khususnya dan bidang lainnya pada umumnya

SKRINING BAKTERI VIBRIO SP ASLI INDONESIA SEBAGAI PENYEBAB PENYAKIT UDANG BERBASIS TEHNIK 16S RIBOSOMAL DNA
SCREENING OF INDONESIAN ORIGINAL BACTERIA VIBRIO SP AS A CAUSE OF SHRIMP DISEASES BASED ON 16S RIBOSOMAL DNA-TECHNIQUE
            Penyakit udang merupakan salah satu faktor penghambat dalam peningkatan produksi udang. Salah satunya adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio sp. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian yang tinggi dan dianggap sebagai penyebab kematian massal dalam budidaya udang di wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur. Sampel udang windu (Penaeus monodon) berumur sekitar 2 bulan diambil sebanyak 10 ekor dari tambak udang, demikian halnya air tambak dan air laut diambil sebanyak 1 liter dari Pulau Bengkalis, Sumatera Indonesia. Demikian juga dengan sampel udang yang diambil dari Laut Jawa di Jepara Indonesia. Sampel diambil dengan memperhatikan tingkah laku dan fisik udang dengan kondisi tidak sehat. Amplifikasi, sekuensing 16S rDNA, dan analisis bioinformatika untuk mengetahui spesies Vibrio dilakukan di Biotech Center BPPT Serpong, Banten. Hasil sequensing DNA tiap isolat bakteri dibandingkan dengan sekuen DNA pada DNA Database Bank. Penelusuran dilakukan melalui sistem BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) yang diakses melalui The World Wide Web dengan alamat situs http://www/ncbi.nlm.nih.gov/blast. Berdasar hasil penelitian diperoleh tujuh strain bakteri Vibrio sp, lima strain diantaranya sudah ada secara internasional pada gen Bank Dunia, yaitu Vibrio alginolyticus, Vibrio parahaemolyticus, Vibrio harveyi, Vibrio shilonii, dan Vibrio vulnificus. dengan tingkat homolog diatas 97%, sedangkan dua strain diantaranya merupakan strain yang belum terdaftar secara Inernasional dalam gen bank dunia, dan ini diyakini merupakan Vibrio sp asli Indonesia.
          Penyakit udang merupakan salah satu faktor penghambat dalam peningkatan produksi udang. Salah satunya adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio sp. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian yang tinggi dan dianggap sebagai penyebab kematian massal dalam budidaya udang di wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur. Sampel udang windu (Penaeus monodon) berumur sekitar 2 bulan diambil sebanyak 10 ekor dari tambak udang, demikian halnya air tambak dan air laut diambil sebanyak 1 liter dari Pulau Bengkalis, Sumatera Indonesia. Demikian juga dengan sampel udang yang diambil dari Laut Jawa di Jepara Indonesia. Sampel diambil dengan memperhatikan tingkah laku dan fisik udang dengan kondisi tidak sehat. Amplifikasi, sekuensing 16S rDNA, dan analisis bioinformatika untuk mengetahui spesies Vibrio dilakukan di Biotech Center BPPT Serpong, Banten. Hasil sequensing DNA tiap isolat bakteri dibandingkan dengan sekuen DNA pada DNA Database Bank. Penelusuran dilakukan melalui sistem BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) yang diakses melalui The World Wide Web dengan alamat situs http://www/ncbi.nlm.nih.gov/blast. Berdasar hasil penelitian diperoleh tujuh strain bakteri Vibrio sp, lima strain diantaranya sudah ada secara internasional pada gen Bank Dunia, yaitu Vibrio alginolyticus, Vibrio parahaemolyticus, Vibrio harveyi, Vibrio shilonii, dan Vibrio vulnificus. dengan tingkat homolog diatas 97%, sedangkan dua strain diantaranya merupakan strain yang belum terdaftar secara Inernasional dalam gen bank dunia, dan ini diyakini merupakan Vibrio sp asli Indonesia.
          Upaya penanggulangan. Dalam upaya penanggulangan terhadap kemungkinan serangan Vibrio, perlu dilakukan deteksi bakteri jenis Vibrio secara tepat, karena pada lokasi perairan yang berbeda dapat memiliki keragaman spesies Vibrio yang berbeda pula.
Salah satu teknologi terbaik yang mampu mengidentifikasi spesies Vibrio adalah dengan mengetahui struktur DNA, yakni dengan teknik sekuens 16S rDNA. Dalam mempelajari bakteri Vibrio penyebab penyakit udang, teknik ini merupakan teknik yang relatif baru yang belakangan sering diterapkan karena bisa dibandingkan dengan basis data di Gen Bank untuk mengetahui kemiripan homologi DNA dengan bakteri yang sejenis.
      Skrining bakteri menggunakan teknik sekuens 16S rDNA merupakan suatu teknik dalam mengidentifikasi suatu spesies organisme. Teknik ini dilakukan dengan menganalisa struktur atau susunan basa DNA yang terdapat di daerah 16S DNA. Seiring semakin berkembangnya dunia bioteknologi, usaha untuk menentukan jenis spesifik bakteri penyebab penyakit pada udang secara tepat dan efisien sangat diperlukan, guna mempermudah dalam menanggulangi penyebaran penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen pada budidaya tambak udang.
Saat ini, banyak ahli taksonomi mikrobiologi menerima bahwa studi molekuler, terutama analisa asam nukleat merupakan metode terbaik dan terpercaya untuk menandakan spesies dan menentukan hubungan antara organisme yang berbeda. Analisis sekuens DNA mewakili referensi terakhir untuk mengenali subtipe dalam satu spesies atau skrining mikroba. Idealnya, perbandingan di antara strain-strain dalam suatu spesies dapat diketahui melalui DNA (Lusiano, 2007).
REVIEW ARTIKEL
      Ledakan informasi dan kemajuan bioteknologi sangat berkembang pesat pada zaat ini salah satunya adalah DNa chip dengan adanya hal itu kita dapat menganalisa informasi data- data biologis yang memiliki peran penting dalam kehidupan namun ada beberapa kendala dalam proses penyebaran informasi ini terutama di negara - negara berkembang. 
         Bioteknologi sendiri dalam bidang perikanan ditandai dengan mampu memanipulasi DNA pada kultivan maupun penggabungan genetika kultivan berbeda jenis namun dengan satu spesies yang sama berkat kontribusi Teknologi Informasi melaluiperangkat komputasinya (perangkat keras maupun lunak). Aplikasi TI dalam bidang biologi/life sciences yang melahirkan bidang Bioinformatika akan menjadi semakin penting di masa depan, tidak hanya mengakselerasi kemajuan bioteknologi namun juga menjembatani dua
          Ketersediaan database dasar (DNA, protein) yang bersifat terbuka/gratis merupakan peluang besar untuk menggali informasi berharga daripadanya. Sudah disepakati, database genom manusia misalnya akan bersifat terbuka untuk seluruh kalangan. Kerjasama antara peneliti bioteknologi yang memahami makna biologis data tersebut dengan praktisi IT seperti programmer, dsb akan sangat
berperan dalam kemajuan Bioinformatika pada negara negara berkembang.
         Dalam mempelajari bakteri Vibrio penyebab penyakit udang, teknik ini merupakan teknik yang relatif baru yang belakangan sering diterapkan karena bisa dibandingkan dengan basis data di Gen Bank untuk mengetahui kemiripan homologi DNA dengan bakteri yang sejenis. Skrining bakteri menggunakan teknik sekuens 16S rDNA merupakan suatu teknik dalam mengidentifikasi suatu spesies organisme. Teknik ini dilakukan dengan menganalisa struktur atau susunan basa DNA yang terdapat di daerah 16S DNA. 
      Seiring semakin berkembangnya dunia bioteknologi, usaha untuk menentukan jenis spesifik bakteri penyebab penyakit pada udang secara tepat dan efisien sangat diperlukan, guna mempermudah dalam menanggulangi penyebaran penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen pada budidaya tambak udang. Saat ini, banyak ahli taksonomi mikrobiologi menerima bahwa studi molekuler, terutama analisa asam nukleat merupakan metode terbaik dan terpercaya untuk menandakan spesies dan menentukan hubungan antara organisme yang berbeda. Analisis sekuens DNA mewakili referensi terakhir untuk mengenali subtipe dalam satu spesies atau skrining mikroba. Idealnya, perbandingan di antara strain-strain dalam suatu spesies dapat diketahui melalui DNA
andriawanrendy.blogspot.comandriawanrendy.blogspot.com

REVIEW JURNAL SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JARAK JAUH DALAM BIDANG BUDIDAYA PERAIRAN

REVIEW JURNAL SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JARAK JAUH DALAM BIDANG BUDIDAYA PERAIRAN   T...